TIMES TUBAN, JEMBER –
Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, kepolisian memainkan peran yang strategis dan mendasar sebagai ujung tombak proses penyidikan.
Namun, peran sentral itu belum sepenuhnya diiringi oleh pengakuan struktural yang proporsional dalam sistem yang lebih luas.
Hal itu jadi sorotan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember Ahmad Suryono saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema Paradigma Baru Sistem Peradilan Pidana dalam Rangka Penguatan Masyarakat Sipil yang digelar di Gedung Aula Ahmad Zainuri, Unmuh Jember, Kamis (8/5/2025).
Ahmad mengatakan, sistem peradilan pidana tidak boleh diwarnai dominasi satu aktor hukum atas yang lain.
Prinsip kesetaraan antaraparat penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan, hakim, dan advokat menjadi kunci bagi terciptanya proses peradilan yang adil dan transparan.
“Polri memiliki positioning yang konstitusional. Karena itu, mereka harus berada dalam posisi yang setara di dalam sistem peradilan pidana. Tidak boleh dibiarkan dalam posisi subordinat,” ujarnya.
Penegasan tersebut tidak hanya merupakan refleksi atas peran Polri sebagai penyidik utama,
tetapi juga kritik terhadap ketimpangan struktural yang masih terjadi.
Ahmad menilai, peran penyidikan yang diemban Polri harus diimbangi dengan pengakuan formal yang memadai, baik dalam praktik institusional maupun dalam konstruksi hukum acara pidana.
Lebih jauh, ia menyoroti kualitas sumber daya manusia di institusi kepolisian.
Menurutnya, jenjang pendidikan formal aparat kepolisian yang didominasi oleh lulusan Sarjana Terapan (D4 Vokasi) perlu ditingkatkan ke jenjang sarjana untuk memperkuat pemahaman teoritis dan kritis dalam penerapan hukum.
“Kami dari universitas siap menjalin kerja sama agar teman-teman di kepolisian bisa menempuh jenjang kesarjanaan. Tujuannya agar mereka tidak hanya menerapkan teori hukum, tetapi mampu memahami dan merefleksikannya dalam konteks praksis,” jelasnya.
Dalam konteks yang lebih luas, Ahmad juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan masyarakat sipil dalam reformasi hukum acara pidana, khususnya dalam pembaruan KUHAP.
Menurutnya, masyarakat sipil perlu dilibatkan secara aktif dalam tiga tahapan utama yakni pembentukan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan.
“Apa yang kami lakukan hari ini merupakan bagian dari tahap pembentukan. Meski legislasi berada di tangan pemerintah dan wakil rakyat, ruang partisipasi publik tetap harus dijaga agar hukum benar-benar berpihak pada keadilan,” tegasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Soroti Kualitas Polri, Akademisi Unmuh Jember Minta Polisi Lulusan Sarjana
Pewarta | : M Abdul Basid (MG) |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |